Skip to main content

Posts

How does it feel to work in the Netherlands?

Akhir Desember lalu semua orang tampak nya sibuk merencanakan winter break mereka bersama keluarga, teman, dan orang terkasih. Sebaliknya, pergantian tahun ini gue lewatkan dengan nonton serial drama Korea dan mengintip indahnya kembang api beberapa kali gratis dari ceiling window kamar gue yang posisinya di rooftop. Tahun ini juga gue ga membuat resolusi apapun di 2019, kecuali bersyukur atas segala berkah yang gue rasakan di 2018 dan mengucap bismillah, berdoa untuk segala kemuda han dan kelancaran rencana di 2019. Office desk situation 2018, sungguh, sungguh tahun yang penuh kejutan, ups and downs, senyum, tawa, tangis, dan haru. Gue merasa gue ga bisa mendeskripsikan tahun 2018 dengan baik lewat tulisan di blog ini, terlalu banyak cerita dan pengalaman, yang mungkin cukup gue sendiri memaknainya dan menjadi evaluasi untuk masa depan. Tahun 2018 kali ini ini gue nobatkan sebagai tahun ketiga yang paling berkesan sepanjang perjalanan gue setelah 2016 dan 2017. Tahun 2
Recent posts

Semenjak di Belanda

Semenjak tinggal di Belanda, Jumat jadi the most-awaited day buat gue. Setelah melewati berbagai deadline, kuliah pagi-malam, groupwork, jurnal, dan urusan akademik lainnya, gue bisa sedikit bernafas lega di Jumat malam, meskipun somehow Sabtu nya juga ga bisa nyantai. At least, di Jumat malam (kok horror ya), gue bisa curi-curi nonton drama korea 2 episodes (5 sih tapi ga tidur sampe pagi) atau sekedar nontonin konser-konser penyanyi favorit gue di youtube yang in fact udah gue tonton lebih dari 10x. Emang gue anaknya suka mengulang-ngulang sesuatu ya, apalagi nonton konser music di youtube,  ga kesampean nonton konser nya live, karena penyanyi yang gue tonton rata-rata udah tutup usia (selera tua). Sebulan lalu, gue sampe rela hujan deras ke centrum ( pusat kota) di Wageningen buat beli speaker abal-abal, supaya bisa denger lagu dan nonton korea dengan volume kenceng. It seems pretty working well! Okay, back to the line. Ternyata kalau dihitung-hitung, sebentar lagi gue of

Campus Life be Like

Time flies so fast. Really. Ternyata sudah hampir dua bulan aku melewati salah satu fase baru di hidup (ciyeeee as if newly couple ), maksudnya my master study life in Wageningen, desa sepi nan indah di Belanda ( trust me,  gak bakal ada turis dari Indonesia yang intenationally  kesini kalau bukan punya temen, saudara, atau kerabat yang tinggal di desa ini).  Well, sebelum semakin larut dan makin banyak jurnal yang dianggurin (gatel pengen nulis sekarang, anaknya ga sabaran, mumpung jam 12 malem jadi ga merasa berdosa). I'll make this story started now. Aku mungkin harus cerita lebih dulu tentang kota ini, eh maksudnya desa ini, dan segala isinya, supaya yang baca bisa sedikit membayangkan.  1. Apa dan Dimana Wageningen, Wageningen University and Research itu? Wageningen hanyalah kota kecil yang terletak di provinsi Gelderland, Belanda. Jumlah populasinya hanya sekitar 39.000 penduduk saja (populasi Garut masih 5x lebih banyak dari ini,  https://en.wikipedia.org/wiki/Garu

Leaving Indonesia

Selasa, 10 Januari 2017 Excited, sedih, khawatir, deg-degan semua perasaan bercampur. Masih belum percaya kalau hari ini itu tiba, setelah penantian bertahun-tahun, harapan yang gak pernah putus, usaha dan doa yang selalu dipanjatkan, akhirnya hari itu pun tiba. Saatnya mengemas segala perlengkapan, menutup dan mengunci koper. Maklum, malamnya masih ada beberapa teman dan kerabat yang tak hentinya menyempatkan datang kerumah hanya untuk bertemu dan memberikan kenang-kenangan untuk saya selama disana. Bahkan, yang satu ini juga gak pernah nyangka, sebegininya diberi perhatian oleh teman-teman, kerabat, dan keluarga. Selama seminggu sebelum hari keberangkatan, hampir setiap hari selalu menerima ajakan untuk bertemu dengan teman kuliah hingga teman sekolah dulu, mereka bahkan gak hanya memberikan sedikit waktunya tapi juga hadiah kecil sebagai kenang-kenangan untuk saya di negeri orang kelak, super cute  dan touchable karena sebagian dari hadiah tersebut selalu terselip surat yang isiny

Tidak Terlihat tapi Terasa...

Dewasa ini, banyak orang di usia akhir masa remaja hingga pertengahan 30 tahunan mengalami gangguan panik. Awalnya dianggap sepele, namun ternyata bisa berdampak negatif untuk pengembangan diri dan interaksi dengan orang disekitarnya, Ternyata, peremuan memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengembangkan gangguan panik ini. Gangguan panik ini tidak hanya sekedar gangguan yang sifatnya temporer, tapi bisa jadi permanen apabila tidak disembuhkan. Gangguan panik ini dalam medical terms dikenal sebagai Anxiety Disorder.  \ Salah satu blog yang saya baca, menyebutkan bahwa salah satu gejala terbesar dari penyakit psikis ini adalah rasa takut yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa cemas (misalnya, takut kehilangan akal atau menjadi gila, terkena serangan jantung, bahkan takut mati). Salah satu dampak buruk lainnya adalah, penderita takut berada di keramaian dan lebih cenderung memilih di rumah, sebisa mungkin menghindari mobilitas di luar rumah karena takut